Kini, dari hari ke hari aku rasa Lucas dan Nanda semakin
dekat. Dan satu hal lagi. Lucas menjauhiku. Yang aku lakukan hanya tersenyum
seperti orang bodoh ketika berpapasan dengannya, sedangkan ia sendiri acuh dan
berpura-pura tidak melihatku. Kau tahu rasanya kan? Sakit, itu sudah pasti.
Sedangkan
aku dan Nanda hanya mengobrol sesekali, kebanyakan pembicaraan kami mengarah
pada Lucas. Bukan, bukan tentang kemarahan Lucas. Melainkan hubungan mereka
yang semakin dekat. Aku hanya tersenyum miris setiap melihat wajah Nanda ketika
menceritakan Lucas, wajahnya memerah, tersenyum mengawang-ngawang, ia
benar-benar jatuh cinta.
Pernah
satu kali aku dan Lucas tak sengaja bertabrakan di koridor sekolah. Saat itu
aku membawa setumpukan buku sehingga tidak melihat jalan, sedangkan ia mungkin
terlalu sibuk dengan telepon genggamnya. Saat itu buku yang kubawa dan telepon
genggam Lucas jatuh ke lantai, aku meminta maaf sambil menunduk dan memunguti
semua buku tersebut. Yang ia lakukan hanya menatapku sesaat, mengambil telepon
genggamnya, dan pergi begitu saja. Ia bahkan tidak membantuku. Saat itu aku
benar-benar kesal dan marah, sehingga aku tak lagi tersenyum ketika kami
berpapasan di koridor. Kami seperti dua orang yang tak saling mengenal.
****
Hari
ini, sepulang sekolah, aku tak langsung pulang ke rumah. Ku langkahkan kakiku
ke sebuah tempat yang tak pernah terpikirkan olehku untuk pergi kesana. Aku
terus melangkah hingga akhirnya aku sampai di sebuah bukit. Bukit tempat aku,
Lucas dan Nanda sering menghabiskan waktu bermain kami dulu.
Aku
terduduk di hamparan rumput, ketika aku mendongkakan kepalaku menatap langit,
gerimis menyapaku, semakin lama semakin deras, sehingga menjadi sebuah hujan.
Aku tak lantas pergi. Hanya terdiam disana sambil menangis. Menururtku menangis
ketika hujan lebih baik daripada menangis malam-malam di kamar mandi rumahmu,
orang-orang akan mengira bahwa kau adalah hantu.
Pikiranku
melayang-layang entah kemana, tapi semuanya berujung pada seseorang, yaitu
Lucas. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku merindukannya. Seperti merasa bahagia
dan terluka disaat yang sama ketika aku bersamanya. Bahagia karena aku dapat
melihat senyumnya, dan terluka karena aku tahu aku tak bisa memilikinya, Nanda
menyukainya- ralat menvintainya-. Dan mungkin Lucas juga mempunyai rasa yang
sama. Tiba-tiba aku merasa tak rela. Entah mengapa, tapi rasanya kesepian bila
mereka pergi. Rasanya aku terluka bila mereka bersama.
Aku
terdiam, hujan masih turun dengan derasnya, tapi aku tak merasakan butiran air
yang menyentuh kepalaku. Aku mendongkakan kepalaku dan melihat sebuah benda
berwarna merah menaungiku. Itu sebuah payung. Seseorang memegangi payung itu,
melindungi tubuhku dan tubuhnya yang sedikit basah.
Aku
hanya terdiam, lalu kembali memandangi kota Bandung yang tengah diguyur hujan.
Dan kemudian Lucas duduk disampingku, sebelah tangannya masih memegangi payung
yang melindungi tubuh kami dari hujan. Aku menghela nafas kemudian menyandarkan
kepalaku di bahunya.
Ia
melepaskan pegangannya pada payung berwarna merah tersebut, awalnya aku kira
dia marah. Tapi kemudian tangannya merengkuh bahuku, menariku kedalam
pelukannya. Hujan membasahi tubuh kami berdua, tapi aku tak merasa kedinginan,
sebaliknya. Aku merasa hangat. Terlalu hangat.
“Maaf.”
Ucapku disela-sela suara air yang jatuh kebumi, suaraku hampir seperti bisikan
tapiaku yakin, ia dapat mendengarnya. “Aku, aku kangen sama kamu.” Ucapku lagi.
Ia hanya diam, sama sekali belum mengatakan sepatah katapun.
“Kenapa
de?” tanyanya kemudian. Aku menghela nafas untuk kedua kalinya. “Aku.. Aku..
Nanda, dia suka sama kamu.” Ucapku akhirnya. Dalam hati yang terdalam aku
sungguh meminta maaf kepada Nanda karena memberitahukan hal ini kepada Lucas.
“Terus
apa masalahnya?” tanyanya lagi. Aku terdiam. Sungguh, ini adalah pertanyaan
yang selama ini aku hindari. Jadi aku hanya terdiam, tak tahu harus menjawab
apa.
“Jawab
de.” Lucas akhirnya bersuara kembali setelah aku terdiam lama sekali.
“Masalahnya… aku juga suka sama kamu.” Ucapku lirih, dapat aku rasakan,
tubuhnya membeku, tangannya yang memegang bahuku terasa kaku. Aku menahan
nafas, menunggu reaksinya. Mungkin ia akan pergi, atau jelas-jelas menolaku,
dan mengatakan bahwa ia menyukai Nanda. Sebenarnya, aku sudah mempersiapkan
mentalku untuk mendengar jawaban itu.
“Tapi,
aku sukanya sama kamu de.” Ucapan Lucas membuatku seperti tertimpa durian
runtuh, sakit tapi enak (?). Aku menoleh padanya, menatap langsung kedua bola
matanya. “kamu bilang apa?” tanyaku. “Aku suka sama kamu dea.” Ia mengulangi
ucapannya. “Kamu ga bohongkan lu?” tanyaku mencoba meyakinkan diri sendiri
bahwa ini bukan jebakan april mop, dan sejenisnya.
“Aku
ga bohong de.” Jawabnya meyakinkanku. Ia semakin mengeratkan pelukannya, dan
kemudian senyum terlukis diwajahku. Aku senang, sangat senang sekali. Tapi
kemudian rasa bersalah menerpaku, membuatku tiba-tiba ketakutan.
“Tapi,
gimana sama Nanda Lu?” tanyaku akhirnya. “Aku yakin Nanda bisa ngerti, dia
temen kita yang paling baik, dan sebenernya dia yang nyuruh aku pergi kesini.
Jadi dia pasti udah ngerelain aku de.” Jawaban Lucas membuatku lebih tenang,
sangat tenang malah.
Nanda,
adalah sahabat terbaik yang kupunya setelah Lucas. Aku menyayanginya, ia sangat
mengerti aku. Jadi aku doakan, semoga ia dapat menemukan seseorang yang lebih
baik dari Lucas.
Aku
tersenyum ketika melantunkan doa tersebut, Lucas menatapku keheranan. Tapi
kemudian ia balas tersenyum dan mengecup keningku. Setelah itu kami pulang
karena aku yang bersin karena kedinginan.
Hari
ini, hari yang menyenangkan, dimana akhirnya aku mengetahui bahwa disetiap
persahabatan, pasti ada sebuah cinta yang ikut tumbuh bersamanya. Kamu memang
akan merasakan sakit, tapi itu akan membuatmu lebih merasa hidup, percayalah,
karena aku sudah mengalaminya.
FIN